Makalah
Manajemen Pembangunan
PERBAIKAN SISTEM PEMBENTUKAN MODAL SEBAGAI SALAH SATU
SOLUSI PEMBANGUNAN DI INDONESIA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Bayu Nurhada : 1115010208
Siti Barona : 1115010135
Afrizal : 1115010285
Purnama : 1115010060
Fakhruddin : 1115010152
FAKULTAS
EKONOMI MANAJEMEN
UNIVERSITAS
SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ekonomi
pembangunan merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang menganalisis
masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang dan
mendapatkan cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut agar negara-negara
berkembang dapat membangun ekonominya dengan lebih cepat lagi. Salah satu objek
kajian dari studi ekonomi pembangunan adalah modal atau kapital yang merupakan
bentuk-bentuk kekayaan yang digunakan langsung atau tidak langsung dalam
produksi untuk menambah output (Siagian, 1989). Sering juga dikatakan, modal
atau kapital adalah barang-barang yang digunakan untuk produksi lebih lanjut.
Kapital atau
modal berperan sebagai alat pendorong pembangunan ekonomi yang meliputi
investasi dalam pengetahuan teknik perbaikan dalam mutu pendidikan, kesehatan,
dan keahlian. Dengan demikian modal atau kapital dalam rangka pembangunan,
tidak hanya berwujud pabrik-pabrik dan perlengkapannya, namun sebenarnya
meliputi human capital.
Biasanya
ahli-ahli ekonomi mengatakan, adanya kemiskinan dan pembangunan ekonomi yang
rendah di negara-negara sedang berkembang disebabkan oleh kekurangan modal atau
kapital sebab mereka memandang modal mempunyai kedudukan terpenting dalam teori
pembangunan ekonomi. Sebagian ahli ekonomi menganggap bahwa modal tidak saja
mempunyai kedudukan terpenting bagi proses pembangunan, melainkan strategis
pula, dalam arti proses pembentukan modal adalah saling pengaruh-mempengaruhi
dan kumulatif.
Masalah
pembentukan modal dapat ditinjau dari sudut permintaan maupun dari sudut
penawaran akan modal. Dari sudut permintaan pembentukan modal bertalian dengan
ada tidaknya daya tarik bagi usahawan atau wiraswasta untuk mempergunakan
barang-barang modal dalam proses produksi. Dari sudut penawaran, pembentukan
modal berhubungan dengan kemampuan masyarakat untuk menabung, tabungan kemudian
dipakai untuk investasi dan pembentukan modal. Dalam hubungan dengan
pembentukan modal ini, negara-negara sedang berkembang seolah-olah berada dalam
lingkaran yang tak berujung pangkal, baik dilihat dari segi permintaan maupun
penawaran akan modal (Siagian, 1989).
Pada saat
ini, negara-negara sedang berkembang mengalami kemiskinan yang disebabkan oleh
rendahnya persediaan modal. Dari uraian tersebut penulis ingin mengetahui
penyebab rendahnya permintaan dan penawaran modal dan cara mengatasinya sebagai
solusi pembangunan di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
- Apa yang menyebabkan rendahnya
permintaan modal di Indonesia dan bagaimana cara mengatasinya?
- Apa yang menyebabkan rendahnya
penawaran modal di Indonesia dan bagaimana cara mengatasinya?
1.3 Tujuan
Penulisan
- Mengetahui penyebab rendahnya
permintaan modal di Indonesia dan cara mengatasinya.
- Mengetahui penyebab rendahnya
penawaran modal di Indonesia dan cara mengatasinya.
1.4 Manfaat
Penulisan
- Memperoleh gambaran dan
menambah khasanah pengetahuan tentang rendahnya permintaan dan penawaran
modal di Indonesia serta cara mengatasinya.
- Hasil penulisan ini diharapkan
dapat berguna bagi kalangan akademis untuk melakukan penulisan
selanjutnya.
- Dapat membantu pemerintah serta
para ekonom untuk memperbaiki pembangunan ekonomi di Indonesia.
BAB II
LANDASAN
TEORI
Pembangunan
ekonomi yang rendah di negara-negara sedang berkembang disebabkan oleh
kekurangan modal atau kapital, sebab modal mempunyai kedudukan terpenting dalam
teori pembangunan ekonomi (Kindleberger (1965) dalam Siagian (1989)). Dari
pengertiannya, modal adalah suatu bentuk kekayaan yang digunakan langsung atau
tidak langsung dalam produksi untuk menambah output (Siagian, 1989).
Menurut Bourdieu (1986) modal tidak hanya sekedar alat-alat produksi, tetapi
juga memiliki pengertian yang lebih luas dan dapat diklasifikasikan ke dalam 3
(tiga) golongan, yaitu: (a) modal ekonomi (economic capital), (b) modal
kultural (cultural capital), dan (c) modal sosial (social capital).
Modal ekonomi, dikaitkan dengan kepemilikan alat-alat produksi. Modal kultural
terinstitusionalisasi dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Sedangkan menurut
Coleman (1990) modal sosial (social capital), yaitu kemampuan masyarakat
untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok dan
organisasi.
Menurut
Siagian (1989) pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang
dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pembentukan modal yang ditinjau dari
sudut penawaran maupun dari sudut pernintaan akan modal. Dalam hubungan dengan
pembentukan modal ini, negara-negara sedang berkembang seolah-olah berada dalam
lingkaran yang tak berujung pangkal. Dari sudut penawaran modal dapat
digambarkan demikian, kekurangan modal disebabkan karena kemampuan yang rendah
dalam menabung, sedangkan tabungan yang rendah diakibatkan oleh pendapatan yang
rendah. Pendapatan yang rendah merupakan pertanda produktivitas yang rendah,
sedangkan produktivitas yang rendah sebagian besar karena kekurangan modal.
Kekurangan modal ini merupakan suatu akibat dari tabungan yang rendah, dengan
demikian lingkaran setan itu menjadi lengkap. Lingkaran setan ini juga berlaku
di sudut permintaan akan modal. Permintaan akan modal investasi rendah
disebabkan oleh daya beli yang rendah karena pendapatan yang rendah. Pendapatan
yang rendah merupakan cerminan dari produktivitas yang rendah, dan
produktivitas yang rendah disebabkan oleh modal yang dipergunakan dalam
produksi rendah. Rendahnya modal yang dipakai disebabkan oleh daya beli
masyarakat yang rendah, demikian seterusnya.
Berdasarkan
analisa Schumpeter dalam Siagian (1989) yang dapat memecahkan lingkaran setan
adalah golongan entrepreneur atau wiraswasta terutama innovating
entrepreneur. Innovating entrepreneur adalah entrepreneur
yang bersifat agresif dalam percobaan-percobaannya, dan selalu tertarik pada
kemungkinan-kemungkinan untuk dapat dipraktikkan (Irawan dan Suparmako dalam
Siagian (1989)).
BAB III
METODE
PENULISAN
3.1
Jenis dan Sumber Data
Jenia dan
sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari
studi pustaka mengenai teori-teori yang berkaitan dengan tema.
3.2
Analisis Data
Data
diperoleh dari hasil studi pustaka mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
tema dan kutipan dari berbagai dokumen yang kami analisis sejak pertama kali
penyusunan makalah ini sampai makalah ini selesai. Kemudian setelah data
terkumpul dilakukan suatu proses pemilihan, pemusatan, serta penyederhanaan
data kasar untuk dibuat kesimpulan berdasarkan sub tema yang kami angkat.
Dengan proses tersebut diharapkan akan menghasilkan suatu outline makalah akhir
yang dapat memudahkan penulis untuk menyelesaikan makalah ekonomi pembangunan
secara terstruktur.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Rendahnya permintaan modal di Indonesia dan cara mengatasinya
Rendahnya
permintaan modal dalam negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia,
disebabkan oleh hasrat golongan wiraswasta melakukan investasi rendah, sebab
daya beli masyarakat atau keadaan pasar dalam negeri yang terbatas merupakan
hambatan untuk permintaan akan modal. Seperti diketahui faktor-faktor yang
menentukan fluktuasi investasi adalah : a) efisiensi marginal dari investasi,
b) ongkos barang-barang modal, dan c) tingkat bunga.
Efisiensi
marginal suatu investasi adalah jumlah pendapatan suatu barang modal yang akan
diperoleh di masa depan selama usia barang modal tersebut atau sebagai
rangkaian balas jasa sesuatu barang modal (Siagian, 1989). Balas jasa ini
diperoleh dari hasil penjualan produksi setelah dikurangi dengan biaya atau
harga pokok. Balas jasa ini haruslah lebih besar dari harga pembelian modal
tersebut, jika tidak, tidak ada gunanya atau tidak menarik untuk menjalankan
investasi. Biasanya balas jasa tiap tahun dinyatakan secara persentase.
Persentase ini harus lebih besar dari tingkat bunga umum yang berlaku sebab
kalau tidak, lebih baik dan lebih menguntungkan membungakan uang tersebut
daripada membeli barang modal.
Umumnya
tingkat bunga ini merupakan faktor pembanding mengenai balas jasa sesuatu
investasi modal, dalam arti makin rendah tingkat bunga dibanding dengan tingkat
keuntungan maka semakin menarik menjalankan investasi dan demikian sebaliknya,
semakin tinggi tingkat bunga dibanding dengan tingkat keuntungan maka semakin
kurang menarik mengadakan investasi.
Pada umumnya
tingkat bunga di Indonesia tinggi sekali. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Alvin Hansen dalam Siagian (1989) yang mengatakan bahwa banyak investasi di
negara-negara sedang berkembang tidak terlaksana, terutama karena tingkat bunga
yang tinggi. Walaupun pendapatan ini cukup tajam, namun tidak seluruhnya dapat
dibenarkan. Faktanya, penurunan tingkat bunga merupakan segi penting untuk
investasi, tetapi unsur lain yang tidak kalah penting adalah kekurangan
permintaan efektif dalam masyarakat sehingga balas jasa investasi masa depan
sangat rendah. Oleh sebab itu, dari sudut permintaan akan modal di Indonesia,
kekurangan tenaga beli merupakan penghambat yang lebih besar daripada tingkat
bunga yang tinggi.
Pada awal
pembahasan telah dipaparkan bahwa hasrat usahawan mengadakan investasi tertekan
oleh faktor kekurangan tenaga beli, terutama jika ditinjau dari sudut investasi
dalam satu cabang produksi tertentu. Hambatan ini dapat dikurangi jika
investasi dijalankan secara bersamaan atau serentak di lapangan yang meliputi
berbagai proyek. Penyebab hal tersebut adalah hasil investasi yang dapat
memperluas pasar penjualan, dalam arti pekerja pada suatu proyek akan menjadi
pembeli dari hasil proyek lain.
Pembangunan
jenis ini disebut pembangunan yang seimbang. Pembangunan yang seimbang
mempunyai arti yang bermacam-macam, seperti : a) keseimbangan antara
pertambahan produksi bahan makanan dan pertambahan penduduk, b) keseimbangan
antara produksi agraria dan industri, c) keseimbangan antara kebutuhan jasmani
dan rohani, dan d) keseimbangan pembangunan antar daerah. Melalui pembangunan
yang seimbang terutama antara produksi bahan makanan dan produksi industri,
akan menciptakan kesempatan kerja yang luas untuk golongan penganggur dan
setengah penganggur terutama di sektor pertanian.
Dengan cara
ini produktivitas pertanian dapat dinaikkan, yang berarti juga dapat menaikkan
tenaga beli dalam arti nyata. Kenaikan tenaga beli kaum tani ini, sebagian akan
diberdayakan untuk membeli hasil industri seperti pakaian, alat-alat pertanian,
dan sebagainya. Hal ini terjadi sebab dari sudut industri, golongan petani
merupakan pasar hasil produksinya yang utama. Naiknya pasar bagi produksi
industri akan mendorong tambahan investasi di sektor ini. Sebaliknya golongan
industri merupakan pasar bagi sektor pertanian, dengan bertambah luasnya sektor
industry akan mendorong kenaikan produksi di bidang pertanian, baik melalui
usaha perluasan area maupun melalui intensifikasi. Kedua cara ini memerlukan
peralatan dan hasil industri, sehingga mendorong tambahan investasi di bidang
ini. Demikianlah pembangunan proyek-proyek ini saling melengkapi dan saling
menunjang perkembangan masing-masing ke taraf yang lebih tinggi.
4.2
Rendahnya penawaran modal di Indonesia dan cara mengatasinya
Lambatnya
proses pembangunan di Indonesia disebabkan oleh sedikitnya modal yang tersedia.
Kurangnya modal disebabkan oleh kemampuan menabung yang rendah, kemampuan
menabung yang rendah disebabkan oleh pendapatan yang rendah. Pendapatan yang
rendah merupakan akibat dari produktivitas yang rendah, sedangkan produktivitas
yang rendah merupakan akibat dari kekurangan modal dan hal ini disebabkan oleh
kemampuan menabung yang rendah dan demikian seterusnya, sehingga lingkaran
setan yang tidak berujung pangkal yang dialami menjadi lengkap (Siagian, 1989).
Tabungan
yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan dan kesediaan menahan nafsu
konsumsi selama beberapa waktu, agar dikemudian hari terbuka kemungkinan untuk
konsumsi yang lebih baik. Tabungan di dalam pembangunan ekonomi memiliki
peranan penting dan strategis karena dapat menaikkan produktivitas dan proses
pembentukan kemampuan.
Kenyataan di
Indonesia, jumlah tabungan yang ada dan diinvestasikan sangat rendah,
seringkali jumlah tabungan hanya cukup untuk mengimbangi pertambahan penduduk
yang sedang berjalan. Demi mempercepat pembangunan penting sekali untuk
memperbesar tabungan, baik atas kerelaan masyarakat maupun melalui kebijakan
fiskal. Kebijakan fiskal agar dapat mencapai tujuannya, harus disertai dengan
kebijakan dividen dalam arti perlunya pengawasan negara atas pemakaian devisa
yang dihasilkan dari perdagangan luar negeri.
Berhubung
pembangunan ekonomi secara sadar, dimana investasi-investasi yang dijalankan
diarahkan untuk menambah produksi dan produktivitas dalam masyarakat, di pihak
lain devisa adalah bagian yang penting dari unsur-unsur produksi suatu negara.
Oleh karena itu, pengawasan penggunaan devisa merupakan salah satu kebijakan
Negara yang sangat penting. Pengawasan devisa ditujukan agar pemakaian devisa
dilakukan dengan baik, dengan demikian dapat dilaksanakanlah suatu alokasi
unsur produksi yang lebih baik. Kebijakan fiskal dan pengawasan devisa harus
disertai dengan kebijakan yang mengatur unsur-unsur produksi yang ada dalam
masyarakat digunakan secara efektif. Agar tujuan dapat tercapai perlu disusun
suatu rencana pembangunan yang rapi dan teratur. Rencana tersebut harus
memperlihatkan tujuan-tujuan pembangunan, lapangan-lapangan investasi,
kebijaksanaan negara di bidang keuangan dan besarnya jumlah investasi. Kemudian
diperlukan juga rencana pembangunan yang bertul-betul bersifat
rasional-nasional, dalam arti memperhatikan kaitan antar masing-masing sektor,
memperhatikan kemampuan pembiayaan sehingga dapat ditentukan skala prioritas,
dengan demikian pemborosan dapat dihindari.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kapital atau
modal sebagai alat pendorong pembangunan ekonomi meliputi investasi dalam
pengetahuan teknik perbaikan dalam mutu pendidikan, kesehatan, dan keahlian.
Dengan demikian modal atau kapital dalam rangka pembangunan, tidak hanya
berwujud pabrik-pabrik dan perlengkapannya, namun sebenarnya meliputi human
capital. Maka dapat disimpulkan bahwa akumulasi modal sebagian besar
ditentukan oleh permintaan modal, disamping juga oleh penawaran modal.
Penawaran modal cenderung mengikuti permintaan untuk investasi. Pembentukan
modal lebih ditarik oleh adanya permintaan dari para usahawan yang penuh
semangat dan kemauan untuk maju daripada dorongan penawaran modal yang berasal
dari pemilik uang yang pasif. Disinilah terlihat pentingnya peranan usahawan
dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara, dan terlihat perlunya mendorong
timbulnya golongan ini.
5.2
Saran
Investasi
ditujukan untuk memajukan pembangunan ekonomi di Indonesia selanjutnya, maka
pertimbangan kriteria investasi seharusnya diarahkan kepada sektor-sektornya
yang “growing points” dalam perekonomian, yaitu pada bidang atau
lapangan yang dapat memberi perkembangan yang lebih cepat, membutuhkan
investasi tambahan yang cukup besar tetapi mempunyai permintaan yang sudah
tersedia. Hal tersebut akan memberikan external economies yang sangat
penting bagi industri-industri lainnya yang ada dan akan menimbulkan permintaan
produk suplementer dan jasa. Dengan kata lain, investasi itu harus diarahkan
sedemikian rupa sehingga memajukan integrasi horizontal dan vertikal dalam
proses produksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Bourdieu, P.
1986. The Form of Capital. In J. Richardson (Ed). Handbook of Theory
and Research for Sociology of Education. New York: Greenwood Press.
Coleman, J.
1990. Foundations of Social Theory. Cambridge Mass: Harvard University
Press.
Kamaluddin,
Rustian. 1987. Beberapa Aspek Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Siagian, H.
1989. Pembangunan Ekonomi dalam Cita-Cita dan Realita. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar